
Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain
tanpa memandang diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga apa yang
tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada
peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih
buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang
berhak tinggal di dunia ini.
Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.
Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan